Senin, 07 Januari 2013

KELEMBANGAAN PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaanya tidak lepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut juga institusi atau pranata. Maksud lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal da sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Secara konsep, lembaga sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1.      Asosiasi, misalnya universitas atau persatuan
2.      Organisasi khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah
3.      Pola tingkah laku yang tealh menjadi kebiasaan, atau pola hubungan sosial yang mempunyai tujuan tertentu.
Dalam islam, pola tingkah laku yang telah melembaga pada jiwa setiap individu muslim mempunyai dua bagian, yaitu lembaga yang tidak dapat berubah dan lembaga yang dapat berubah.

BAB II
PEMBAHASAN
KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM
A.    Pengertian lembaga pendidikan islam
Lembaga menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat berkumpul). (Depdikbud, 1994: 851). Badan (lembaga) pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab pendidikan kepada si terdidik. Sesuai dengan badan tersebut (Marimba, 1987: 56).
Lembaga pendidik islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga islam yang baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini kekuatan hukum tersendiri (Muhaimin, 1993 :286).
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan islam adalah tempat atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan islam, yang mempunyai struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan islam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah (madrasah yang melaksanakan proses pendidikan islam).[1]

B.     Jenis lembaga pendidikan islam
Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan islam adalah sebagai berikut:[2]
1.      Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orangtua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
2.      Di sekolah, yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang profesional.
3.      Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tertsier yang merupaka pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.
Zuhairini (1992;177) mengemukakan bahwa secara garis besar, lembaga peendidikan islam dibedakan kepada tiga macam, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

1.    Keluarga
Menurut Hammudah Abd Al-Ati, definisi keluarga secara operasional adalah suatu struktur yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan melalui hubungan darah atau pernikahan.
Sistem kekeluargaan yang diakui oleh islam adalah “al-usrat az-zaawjiyyah” (suami istri) yaitu keluarga yang terdiri atas sumi, istri, dan anak-anak yang belum cukup umur atau berumah tangga. Anak yang telah menikah dipandang telah membuat keluarga pula (Asy-Syaibani, 1979: 205).
Keluarga nerupakan lemabag pendidikan yang pertama tempat peserta didik pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga yang lain. Keluargalah yang meletakan dasar-dasar kepribadian anak, karena pada masa ini, anak lebih peka terhadap pengaruh pendidik.
Lembaga pendidikan pertama dalam islam adalah keluarga atau rumah tangga dalam sejarah tercatat bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan islam adalah arqam bin abi arqam.[3]

2.    Sekolah (madrasah)
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga semakin besar anak, semakin banyak kebutuhannya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan pengajaran dengan sengaja, teratur, dan terencana. Pendidikan yang berlangsung disekolah bersifat sistematis berjenjang, dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangssung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar. Namun disadari bahwa sekolah merupakan tempat dan saat yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina peserta didik dalam menghadapi kehidupan masa depan.[4]
3.    Masyarakat
Masyarakat turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu yang di ikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama setiap maasyarakat. Masyarakat memilki pengaruh besar terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan sekolah pendidikan ini telah dimulai setelah anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, dan sikap, maupun pembentukan kesusilaan keagamaan.
Diantara badan pendidikan kemasyarakatan dapat disebutkan antara lain:
a)    Kepanduan
b)    Perkumpulan-perkumpulan olahraga
c)    Perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi
d)   Perkumpulan-perkumpulan sementara
e)    Kesempatan-kesempatan berjamaah
f)     Perkumpulan-perkumpulan perekonomian
g)    Praktek-praktek politk
h)    Perkumpulan-perkumpulan keagamaan
Aktifitas dan interaksi antara sesama manusia dalam badan pendidikan tersebut banyak mempengaruhi perkembangan kepribadian anggotanya apabila di dalamnya hidup suasana yang islami maka kepribadian anggotanya cenderung berwarna islami juga.[5]

C.  Tugas Lembaga Pendidikan Islam

1.    Tugas Keluarga
Orangtua dituntut untuk menjadi yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya dan memberikan sikap serta keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, bertanggungjawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani.
Tugas di atas wajib melaksanakan oleh orangtua berdasarkan nash-nash Al-qur’an, diantaranya:
a.       Firman Allah dalam Surah At-Tahrim (66):6.
b.      Firman Allah dalam Surah Luqman (31):13-19.
c.       Firman Allah dalam Surah An-Nisa (4):9.
Ayat-ayat di atas pada intinya adalah perintah agar orangtua menyelamatkan keluarga (anaknya) dari siksaan neraka. Itulah tugas orangtua. Tugas tersebut dapat dilaksanakan dengan banyak memberikan nasihat tentang akidah, ibadah, dan akhlak. Orangtua juga harus mempersiapkan anak dan keturunannya agar mampu hidup dengan kuat setelah orangtuanya meninggal dunia. Sesuai dengan keturunan psikologi dan paedagogi, orangtua haarus menggunakan berbagai taktik dan memilih strategi untuk melaksanakan tugas tersebut.[6]

2.    Tugas Sekolah (Madrasah)
An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (madrasah) sebagai lembaga pendidikan harus mengemban tugas sebagai berikut:
a.       Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
b.      Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia, agar ia tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya.
c.       Memberikan kepada peserta didik seperangkap peradaban dan kebudayaan islami, dengan cara mengintegrasikan antara ilmu alam, ilmu sosial, ilmu ekstra dengan landasan ilmu agama, sehingga peserta didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan iptek.
d.      Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah pada penyimpangan fitrah manusiawi.
e.       Memberikan wawasan nilai dan moral serta peradaban manusia yang membawa khazanah pemikiran peserta didik menjadi berkembang. Pemberian itu dapat dilakukan dengan cara menyajikan sejarah peradaban umat terdahulu, baik mengenai pikiran, kebudayaan, maupun perilakunya. Nilai-nilai tersebut dapat dipertahankan atau dimodifikasi karena bertentangan dengan akidah Islam atau tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.
f.       Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara peserta didik. Tugas ini tampaknya sulit dilakukan karena peserta didik masuk lembaga madrasah dengan membawa status sosial dan status ekonomi yang berbeda.
g.      Tugas mengoordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantren mempunyai  saham tersendiri dalam merealisasikan tujuan pendidikan, tetapi pemberian saham itu belum cukup. Oleh karena itu, madrasah hadir untuk melengkapi dan membenahi kegiatan pendidikan yang berlangsung.
h.      Menyempurnakan tugas-tugas  lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantren.

Tugas-tugas madrasah tersebut membutuhkan administrasi yang memadai, yang mencakup berbagai komponen, misalnya perencanaan, pengawasan, organisasi, evaluasi, dan sebagainya sehingga dalaam lembaga madrasah tersebut terdapat tertib administrasi yang pada dasarnya bertujuan melancarkan pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan.[7]

3.    Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat
a.    Tugas Masjid
Usaha pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW setelah tiba di Madinah ialah membangun masjid. Masjidlah yang menghimpun banyak kaum muslimin. Di situlah  mereka mengatur segala urusan, bermusyawarah guna mewujudkan tujuan, menghindarkan berbagai kerusakan dari mereka, saling membahu dalam mengatasi berbagai masalah, dan menghindarkan setiap perusakan terhadap akidah, diri, dan harta mereka.
     Masjid adalah tempat mereka berlindung kepada Rabb, dan memohon ketentraman, kekuatan, serta pertolongan kepada-Nya. Di samping itu masjid merupakan tempat mereka memakmurkan qolbu dengan bekal baru, yaitu berupa potensi-potensi ruhaniah. Dengan potensi tersebut, Allah SWT memberi kesabaran, kekuatan, keberanian, kesadaran, pemikiran, kegigihan, dan semangat.
     Setelah islam berkembang, semakin banyak pula jumlah masjid. Kaum muslimin membina satu masjid atau lebih di tempat-tempat dimana mereka tinggal. Khalifah Umar bin Khaththab memerintahkan para komandannya untuk mendirikan masjid di semua negeri di kota-kota yang mereka kuasai.[8]

b.      Tugas Pesantren
Dari tujuan pendidikan pesantren seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Feisal dapat dilihat tugas yang diemban pesantren adalah sebagai berikut:
1.      Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama
2.      Mendidik muslim yag dapat melaksanakan syari’at agama
3.      Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama[9]

D.       Prinsip-Prinsip Lembaga Pendidikan Islam
Bentuk lembaga pendidikan islam apapun dalam islam harus berpijak pada prinsip-prinsip tertentu. Yang telah disepakati oleh masyarakat sehingga antara lembaga satu denga lembaga lainnya tidak terjadi semacam tumpang tidih. Prinsip-prinsip pembentukan lembaga pendidikan islam itu adalah:[10]
1.      Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan manusia pada api neraka (QS. At-Tahrim: 6).
2.      Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan bertaqwa, yang senantiasa memanjatkan do’a sehari-harinya (QS. Al-Baqarah :201; Al-Qashash:77).
3.      Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan yang kaya akan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling mengembangkan hidupya untuk menghambakan diri pada Khaliknya. Keyakinan dan keimanannya sebagai penyuluh terhadap akal budi yang sekaligus mendasari ilmu pengetahuannya, keimanan dikendalikan oleh akal budi (QS. Al-Mujadillah: 11).
4.      Prinsip amr ma’ruf dan nahi munkar, dan membebaskan manusia dari belenggu-belenggu kenistaan (Qs, Al-imran : 104,110).
5.      Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa sehingga dapat menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta, rasa dan karsanya.


E.       Sifat dan Karakter Lembaga Pendidikan Islam

Berdasarkan data dan informasi sebagaimana tersebut. Dapat dikemukakan beberapa sifat dan karakter lembaga pendidikan islam sebagai berikut:[11]
1.      Lembaga pendidikan islam bersifat holistik
2.      Lembaga pendidikan islam bersifat dinamis dan inovatif
3.      Lembaga pendidikan islam bersifat responsif dan fleksibel
4.      Lembaga pendidikan islam bersifat terbuka
5.      Lembaga pendidikan islam berbasis pada masyarakat
6.      Lembaga pendidikan islam bersifat religius

F.     Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan Islam
            Sebelum memasuki siapa yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan islam, lebih baik kita melihat pendapat para ahli dalam merumuskan hal tersebut.
Seorang ahli filsafat, antropologi, dan fenomenologi bernama Langeveld menyatakan bahwa yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan adalah:
1.      Lembaga keluarga yang mempunyai wewenang bersifat kodrati
2.      Lembaga negara yang mempunyai wewenang berdasarkan undang-undang
3.      Lembaga gereja yang mempunyai wewenang berasal dari amanat Tuhan
Islam juga mengajarkan untuk amar ma’ruf dan nahi munkar terhadap lingkungan sekitarnya. Ajaran ini berimplikasikan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, yang mencakup tanggung jawab keluarga, sekolah, pemerintah, dan lingkungan sosial. Dari uraian tersebut, dapat disusun lembaga-lembaga pendidikan islam menurut hierarkinya, baik hierarki dalam aspek historis maupun perkembangan pola dan sistem yang digunakan.[12]

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
            Pertama, umat islam merupakan pelopor dalam pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Hal yang demikian terjadi karena berbagai lembaga pendidikan islam dibangun dengan tidak mengambil contoh atau model yang ada sebelumnya.
            Kedua, lembaga pendidikan islam sangat variatif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan seluruh kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
Ketiga, lembaga pendidikan islam memiliki sifat dan karakteristik keunggulan yang hingga saat ini sifat dan karakteristik tersebut masih cukup relevan.
Keempat, timbulnya lembaga pendidikan islam yang amat beragam bentuk dan modelnya, selain menunjukkan besar kemampuan kreatifitas dan inovasi masyarakat, juga menunjukkan adanya perhatian dan tanggung jawab yang besar dari masyarakat islam terhadap kemajuan pendidikan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat umat islam.
Kelima, adanya lembaga pendidikan yang jumlahnya cukup banyak itu dengan sendirinya mendorong lahirnya gerakan wajib belajar dan belajar seumur hidup di kalangan umat islam.  

















[1] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hal. 150
[2] Ibid
[3] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hal. 151
[4] Ibid, hal. 152
[5] Ibid, hal. 153
[6] Ibid, hal. 155
[7] Ibid, hal. 157
[8] Ibid, hal. 159
[9] Ibid, hal. 161
[10] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006, hal. 223
[11] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010. Hal. 214
[12] Op. Cit, hal. 224

Tidak ada komentar:

Posting Komentar