Senin, 11 Mei 2015

SEJARAH BANGSA ARAB PRA ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Mengkaji tentang Islam akan lebih sempurna bila kita mengkaji Arab pra-Islam terlebih dahulu, karena Islam lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang sudah mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Apalagi ia muncul di kota terpenting bagi mereka yang menjadi jalur penting bagi lalu lintas perdagangan mereka kala itu. Untuk mengkaji tentang Islam, alangkah baiknya jika kita terlebih dahulu mengetahui kondisi bangsa Arab pra Islam, karena Islam lahir di tengah-tengah bangsa Arab, sehingga kita bisa memperbandingkan kondisi Arab sebelum dan sesudah kedatangan Islam. Kondisi sosial yang dimaksud adalah kondisi politik, ekonomi, kebudayaan, agama, dan kepercayaan bangsa Arab.
Dalam makalah ini pemakalah akan sedikit membahas tentang sejarah pendidikan islam pada masyarakat arab pra Islam. Untuk lebih lanjut penjelasan mengenai pendidikan islam pada masyarakat arab pra Islam maka penulis akan membahas pada sub bab yang selanjutnya.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat di materi ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana sejarah bangsa Arab?
2.      Bagaimana Situasi Sosial dan Pendidikan Masyarakat Arab Sebelum Islam?

1.3  Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui bagaimna sejarah bangsa arab?
2.      Mengetahui situasi sosial dan pendidikan masyarakat Arab sebelum Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

      2.1 Sejarah Bangsa Arab

Bangsa Arab adalah salah satu entitas yang berasal dari keturunan Sam, putra tertua Nabi Nuh. Entitas lainnya adalah Romawi dan Persia.Mereka berdomisili disekitar wilayah barat daya benua Asia (al-Janub al-Gharbi min Asia), atau yang biasa dikenal dengan Semenanjung Arabia. Semenanjung Arabia sebagian besar terdiri dari gurun pasir dan stepa (padang rumput luas di gurun pasir).[1]
Sedikit sekali menyisakan wilayah yang layak ditinggali di sekitar pinggirnya, dan daerah itu semuanya dikelilingi laut.Ketika jumlah penduduk kian bertambah, mereka harus mencari lahan baru guna dijadikan tempat tinggal. Mayoritas sejarawan dan peneliti sejarah mencatat, ada dua komunitas bangsa Arab yang pernah tinggal di wilayah Semenanjung Arabia ini, yaitu:
a.       Komunitas pertama adalah bangsa Arab yang datang jauh hari sebelum datangnya islam, sehingga referensi dan fakta sejarah tentang mereka sangat sulit diungkap. Hal ini cukup beralasan, mengingat jauhnya rentang waktu serta tidak ditemukannya indikasi eksistensi mereka dalam panggung sejarah kehidupan manusia. Sejarah mereka hanya dapat diketahui dari keterangan kitab-kitab samawi, terutama al-Qur’an, Injil, Taurat, dan syair-syair jahiliyah. Bangsa ini selanjutnya dikenal dengan istilah Baidah. Arab baidah adalah orang Arab yang kini tidak ada lagi dan musnah. Di antaranya adalah A’ad, Tsamud, Thasm, Jadis, Ashab ar-Rass, dan penduduk Madyan.[2]
b.      Komunitas kedua adalah bangsa Baqiyah (yang masih ada). Terdiri dari dua suku besar, yaitu Adnaniyin dan Qahthaniyin. Kabilah Adnaniyin berasal dari keturunan Ismail ibn Ibrahim as. Dinamakan Adnaniyin karena nenek moyang dari kabilah ini bernama Adnan, yaitu salah satu keturunan Nabi Ismail. Suku kedua dari bangsa Baqiyah adalah kabilah Qahthan.Garis keturunan Qahthan sampai pada Yaqthan yang dalam kitab taurat disebut Yaqzan. Nassabun (pakar genealogi) mengatakan, bahwa Qahthan adalah nenek moyang suku-suku di negeri Yaman (Ab al-Yamaniyin). Pada mulanya wilayah utara diduduki golongan Adnaniyin, dan wilayah selatan didiami golongan Qahthaniyin. Akan tetapi, lama kelamaankedua golongan itu membaur karena perpindahan-perpindahan dari utara ke selatan atau sebaliknya.[3]

2.2 Peradaban Arab Pra Islam

Jazilah arab atau pulau arab adalah satu semenanjung yang terletak di sebelah barat daya asia.[4]Kata Arab secara etimologis berasal dari kata “a’raba” yang berarti bergoyang atau mudah berguncang, dalam tata bahasa Arab (nahwu dan shorof) berubah menjadi i’rab yang berarti perubahan bentuk suku kata sesuai dengan perubahannya. Dalam gambaran yang stereotipe bangsa Arab disebut memiliki temperamen yang panas dan emosi yang labil.[5]
Akan tetapi keistimewaan jazirah Arab adalah tempat lahir sebuah agama, yang pada akhirnya nanti, menjadi agama yang mendunia, yaitu Islam. Untuk melacak asal-usul orang Arab, yang termasuk golongan semit, kita harus merunut jauh ke belakang yaitu pada sosok Ibrahim dan keturunannya yang merupakan keturunan Sam bin Nuh, nenek moyang orang Arab. Ada juga yang menyebut bangsa Arab termasuk ras atau rumpun bangsa  secara Caucasoid, dalam sub ras Mediterranean yang anggotanya meliputi wilayah sekitar laut tengah, Afrika utara, Armenia, Arabia dan Irania. Secara geneaologis, para sejarahwan membagi orang Arab menjadi Arab Baydah dan Arab Bāqiyah.
Arab Baydah adalah orang Arab yang kini tidak ada lagi dan musnah. Di antaranya adalah ‘Ad, Thamud, Ṭasm, Jadis, Aṣhab al-Ras, dan Madyan. Arab Bāqiyah adalah orang Arab yang hingga saat ini masih ada. Mereka adalah Bani Qaḥṭān dan Bani ‘Adnān. Bani Qaḥṭān adalah orang-orang Arab ‘Áribah (orang Arab asli) dan tempat mereka di Jazirah Arab. Di antara mereka adalah raja-raja Yaman, Munadharah, Ghassan, dan raja-raja Kindah. Di antara mereka juga ada Azad yang darinya muncul Aus dan Khazraj. Sedangkan Bani ‘Adnān, mereka adalah orang-orang Arab Musta’ribah, yakni orang-orang Arab yang mengambil bahasa Arab sebagai bahasa mereka. Mereka adalah orang-orang Arab bagian utara. Sedangkan tempat asli mereka adalah Mekah. Mereka adalah anak keturunan Nabi Isma’il bin Ibrahim. Salah satu anak Nabi Isma’il yang paling menonjol adalah ‘Adnān. Muhammad adalah keturunan ‘Adnān. Dengan demikian beliau adalah keturunan Isma’il. Menurut Ibnu Hishām (w. 218 H), semua orang Arab adalah keturunan Isma’il dan Qaḥṭān. Tetapi menurut sebagian orang Yaman, Qaḥṭān adalah keturunan Isma’il dan Isma’il adalah bapak semua orang Arab.[6]

2.3 Situasi Sosial Dan Pendidikan Masyarakat Arab Sebelum Islam
       Al-Qur’an al-karim menggambarkan situasi kehidupan masyarakat arab sebelum islam dalam berbagai ungkapan yang negatif, seperti ungkapan fi dlalal al-mubin (dalam kesesatan yang nyata), Dzulumat (berbuat durhaka,mengabaikan perintah tuhan, dan melanggar larangannya) dan Fasad (berkerusakan dimuka bumi).
Adanya berbagai prilaku menyimpang terdapat pada masyarakat arab sebelum islam sebagaimana diisyaratkan dalam ayat-ayat al-qur’an, syaikh Alian-nadvi berkesimpulan bahwa pada saat kedatangan islam, masyarakat arab pada khususnya dan dunia pada umumnya berada dalam keadaan Chaos, tak ubahnya seperti keadaan bumi yang baru saja dilanda gempa yang dasyat, disana sisni terdapat bangunan luluh lantak, hancur dan rata dengan tanah, dinding yang retak, tiang yang bergeser dari tempat asalnya, genteng dan kaca-kaca yang hancur berantakan, mayat-mayat yang bergelimpangan, dan harta benda lainnya yang hancur dan lenyapditelan bumi.[7]
Ungkapan tersebut menggambarkan adanya kerusakan sistem kehidupan ummat manusia, baik dalam bidang aqidah, ibadah, akhlaq yang selanjutnya berpengaruh terhadap rusaknya sistem ekonomi, sosial, politik, budaya, hukum, pendidikan, dan lain sebagainya.[8]
a.       Dalam bidang akidah, mereka sudah jatuh kedalam mempersekutukan Tuhan atau musyrik, dengan cara mempercayai benda-benda atau segala sesuatu selain Tuhan. Kepercayaan kepada segala sesuatu selain Allah SWT ini merupakan kekeliruan besar.
b.      Dalam bidang ibadah mereka telah memuja atau menyembah berhala-berhala yang mereka bikin sendiri, mereka telah menyembah dan memuja segala sesuatu yang sesungguhnya tidak mampu mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, Atas dasar ketidak cerdasan atau kekeliruannya inilah, maka mereka disebut kaum jahiliyah.
c.       Dalam bidang akhlaq, mereka telah menerapkan pola hidup bebas tanpa batas dalam memperturutkan hawa nafsu syahwat dan nafsu materi. Seperti; berzina, berjudi, mabuk-mabukan, merampok, berkelahi, membungakan uang (riba), bahkan membunuh anak perempuannya hidup-hidup merupakan bagian dari ahlaq mereka
d.      Dalam bidang ekonomi, mereka menerapkan pola ekonomi menghalalkan segala cara, mengurangi timbangan dan takaran, bersumpah palsu, berdusta, dan praktek ekonomi secara elegal telah membudaya dalam kegiatan ekonomi mereka.
e.       Dalam bidang sosial, masyarakat Arab sebelum Islam terbagi dalam sisitem kasta. Ada kelompok majikan, budak, buruh, dan sebagainya. Sisitem sosial yang didasarkan pada garis keturunan, harta benda, dan jenis kelamin, ini pada gilirannya menampilkan cara-cara perlakuan yang diskriminatif, tidak adil dan saling merugikan.
f.       Dalam bidang politik, masyarakat arab sebelum islam menerapkan pola kekuatan yang bersifat monopoli dan otoriter yang didasarkan setatus sosial, dan penguasaan terhadap aset-aset dimasyarakat. Dengan demikian, pemerintah yang diterapkan cenderung dictator, bahkan tirani, yakni kepemimpinan yang tidak memberikan ruang gerak kepada masyarakat, segala keputusan dan kebijakan ditentukan sepenuhnya oleh pemimpin, tanpa ada kesempatan untuk mempertanyakannya. Siapa saja yang tidak mengikuti aturan dianggap membangkang dan harus dihabisi.
g.      Dalam bidang hukum, masyarakat Arab sebelum islam menerapkan pola hukum yang pada dasarnya sama dengan pola dibidang politik. Hukum dapat diperjual belikan.
h.      Dalam bidang pendidikan, masyarakat Arab sebelum Islam menerapkan pola pendidikan keluarga yang diarahkan pada pemberian pembiasaan, keterampilan, sifat dan karakter yang harus dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan keluarga. Pendidikan dalam arti mencerdaskan masyarakat dengan memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan keraja. Pendidikan dalam arti yang kedua ini hanya menjadi milik kaum elit, itulah sebabnya, pada masa itu jumlahh orang yang cerdas, dapat membaca, menulis dan menghitung jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari.[9]

Seluruh bangsa di muka bumi ini kecuali bangsa Arab mempunyai pemerintah yang melindungi kebudayaan yang dipegang teguh hukum yang dianut, filsafat yang diciptakan, serta keindahan yang dijelmakan dalam hasil-hasil pekerjaannya, seperti pembuatan permadani, permainan catur, batu timbangan, seperti filsafat dikalangan bangsa yunani yang membahas hakikat kejadian. Sedangkan bangsa Arab tidak mempunyai raja yang dapat mempersatukannya, melarang tindakan kejam, menahan orang dzalim, mmencegah peperangan; mereka juga tidak mempunyai sedikitpun hasil pekerjaannya, tak ada peninggalan filsafat yang dianutnya, yang ada hanya syair, itupun banyak disokong oleh bangsa bangsa asing, karena bangsa Roma mempunyai syair yang indah baik timbangannya maupun nadanya.[10]
Ibn Khaludin juga memiliki pendapat yang hampir senada dengan pendapat diatas. Misal berpendapat bahwa kejadian yang ada pada bangsa arab adalah suatu hal yang wajar, karena alamnya yang terlalu ganas menjadi bangsa yang gemar merampas dan condong kepada hal-hal yang tak berguna, mereka merampas segala yang dapat diraih dengan menghindari segala resiko, mereka pergi untuk mengembalakan ternaknya dipadang. Bagi suku-suku yang bertempat tinggal di pegunungan yang sukar dilalui akan selamat dari gangguan perampas-perampas ini. Adapun yang tinggal di dataran apabila tidak mempunyai pelindung atau pelindungannya lemah akan menjadi jarahan mereka yang kerap diserang dan dirampas dan akhirnya menjadi perebutan diantara suku-suku yang kuat, dan akan berpindah dari satu penguasa ke penguasa yang lain, yang akan mengakibatkan hancurnya suku tersebut.
Selanjutnya Ibn Khaludin menambahkan bahwa orang-orang arab di zaman jahiliyah selalu berebut kekuasaan, jarang sekali diantara mereka yang mau menyerahkannya haknya kepada orang lain, meskipun kepada ayahnya, saudaranya atau orang yang lebih tua. Oleh sebab itu maka banyaklah jumlah pemimpin-pemimpin yang mengakibatkan berbelitnya peraturan-peraturan yang datang kepada rakyat, baik yang berupa pajak maupun hukum, maka kemajuan tidak akan tercapai bahkan kehancuran.
2.4 Aspek Sosial Budaya Arab Pra Islam

Sistem sosial masyarakat Arab pra-Islam mengikuti garis bapak (patriakal) dalam memperhitungkan keturunan, sehingga setiap nama selalu menyebut bapaknya, kalau laki-laki dengan bin, kalau anak perempuan dengan binti. Orang Arab akan bangga dengan rentetan nama dibelakangnya karena menunjukan kabilah dan suku bangsa dari nenek moyang mereka yang sangat dihormati.[11] Klan atau kabilah biasanya dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih oleh warga klan yang tua-tua dari salah satu warga berpengaruh yang disebut syaikh. Syarat seorang Syaikh  biasanya dia harus seorang yang kaya dan suka berderma kepada fakir miskin dan kepada pendukungnya, ia haruslah orang yang berprilaku adil dan bijak, sabar, pemaaf, dan rajin bekerja, diatas itu semua biasanya dia juga harus adil didalam mengambil keputusan. Sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah Yaman yang terkenal subur.
Wajar saja bila dunia tidak tertarik, negara yang akan bersahabatpun tidak merasa akan mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga tidak punya kepentingan. Sebagai imbasnya, mereka yang hidup di daerah itu menjalani hidup dengan cara pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat. Yang mereka kenal hanyalah hidup mengembara selalu, berpindah-pindah mencari padang rumput dan menuruti keinginan hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain pengembaraan itu. Seperti juga di tempat-tempat lain, di sini pun (Tihama, Hijaz, Najd, dan sepanjang dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab) dasar hidup pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu pindah dan pengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal kebebasan pribadi, kebebasan keluarga, dan kebebasan kabilah yang penuh.  Keadaan itu menjadikan loyalitas mereka terhadap kabilah di atas segalanya.
Seperti halnya sebagian penduduk di pelosok desa di Indonesia yang lebih menjunjung tinggi harga diri, keberanian, tekun, kasar, minim pendidikan dan wawasan, sulit diatur, menjamu tamu dan tolong-menolong dibanding penduduk kota, orang Arab juga begitu sehingga wajar saja bila ikatan sosial dengan kabilah lain dan kebudayaan mereka lebih rendah. Ciri-ciri ini merupakan fenomena universal yang berlaku di setiap tempat dan waktu. Bila sesama kabilah mereka loyal karena masih kerabat sendiri, maka berbeda dengan antar kabilah. Interaksi antar kabilah tidak menganut konsep kesetaraan; yang kuat di atas dan yang lemah di bawah. Ini tercermin, misalnya, dari tatanan rumah di Mekah kala itu. Rumah-rumah Quraysh sebagai suku penguasa dan terhormat paling dekat dengan Ka’bah lalu di belakang mereka menyusul pula rumah-rumah kabilah yang agak kurang penting kedudukannya dan diikuti oleh yang lebih rendah lagi, sampai kepada tempat-tempat tinggal kaum budak dan sebangsa kaum gelandangan.
Semua itu bukan berarti mereka tidak mempunyai kebudayaan sama-sekali. Sebagai lalu lintas perdagangan penting terutama Mekah yang merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab, baik karena meluasnya pengaruh perdagangannya ke Persia dan Bizantium di sebelah selatan dan Yaman di sebelah utara atau karena pasar-pasar perdagangannya yang merupakan yang terpenting di Jazirah Arab karena begitu banyaknya, yaitu Ukāẓ, Majnah, dan Dzū al-Majāz yang menjadikannya kaya dan tempat bertemunya aliran-aliran kebudayaan. Mekah merupakan pusat peradaban kecil.
Bahkan masa Jahiliah bukan masa kebodohan dan kemunduran seperti ilustrasi para sejarahwan, tetapi ia merupakan masa-masa peradaban tinggi. Kebudayaan sebelah utara sudah ada sejak seribu tahun sebelum masehi. Bila peradaban di suatu tempat melemah, maka ia kuat di tempat yang lain. Ma’īn yang mempunyai hubungan dengan Wādī al-Rāfidīn dan Syam, Saba` (955-115 SM), Anbāṭ (400-105 SM) yang mempunyai hubungan erat dengan kebudayaan Helenisme, Tadmur yang mempunyai hubungan dengan kebudayaan Persia dan Bizantium, Ḥimyar, al-Munādharah sekutu Persia, Ghassan sekutu Rumawi, dan penduduk Mekah yang berhubungan dengan bermacam-macam penjuru.
Fakta di atas menunjukkan bahwa pengertian Jahiliah yang tersebar luas di antara kita perlu diluruskan agar tidak terulang kembali salah pengertian. Pengertian yang tepat untuk masa Jahiliah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebabkan minimnya moralitas, dan peradaban yang hanya berdasarkan pada nilai-nilai materialistik. Pencapaian mereka membuktikan luasnya interaksi dan wawasan mereka kala itu, seperti bendungan Ma’rib yang dibangun oleh kerajaan Saba`, bangunan-bangunan megah kerajaan Ḥimyar, ilmu politik dan ekonomi yang terwujud dalam eksistensi kerajaan dan perdagangan, dan syi’ir-syi’ir Arab yang menggugah. Sebagian syi’ir terbaik mereka dipajang di Ka’bah.
Memang persoalan apakah orang Arab bisa menulis atau membaca masih diperdebatkan. Tetapi fakta tersebut menunjukkan adanya orang yang bisa mambaca dan menulis, meski tidak semuanya. Mereka mengadu ketangkasan dalam berpuisi, bahkan hingga Islam datang tradisi ini tetap ada. Bahkan al-Quran diturunkan untuk menantang mereka membuat seindah mungkin kalimat Arab yang menunjukkan bahwa kelebihan mereka dalam bidang sastra bukan main-main, karena tidak mungkin suatu mukjizat ada kecuali untuk membungkam hal-hal yang dianggap luar biasa.[12]

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bangsa Arab adalah salah satu entitas yang berasal dari keturunan Sam, putra tertua Nabi Nuh. Entitas lainnya adalah Romawi dan Persia. Mereka berdomisili disekitar wilayah barat daya benua Asia atau yang biasa dikenal dengan Semenanjung Arabia. Semenanjung Arabia sebagian besar terdiri dari gurun pasir dan stepa (padang rumput luas di gurun pasir).
Adanya berbagai prilaku menyimpang terdapat pada masyarakat arab sebelum islam sebagaimana diisyaratkan dalam ayat-ayat al-qur’an. Ungkapan tersebut menggambarkan adanya kerusakan sistem kehidupan ummat manusia, baik dalam bidang aqidah, ibadah, akhlaq yang selanjutnya berpengaruh terhadap rusaknya sistem ekonomi, sosial, politik, budaya, hukum, pendidikan, dan lain sebagainya.
3.2 Saran
Saran yang bersifat membangun kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini, sebagai sarana yang dapat mendorong para Mahasiswa/Mahasiswi agar dalam berfikir aktif dan kreatif.


DAFTAR PUSTAKA

Al ‘Usairy Ahmad, Sejarah Islam, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003
SJ Fadil, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: UIN Malang, 2008
Su’ud Abu, Islamologi, Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Natta Abudin,Sejarah pendidikan islam,Jakarta: ISBN, 2010


[2] Ahmad al ‘Usairy, Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003), Cet. 2, h. 58
[3] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: UIN Malang, 2008), h. 47
[4] Ibid, h. 43
[5]Abu Su’ud, Islamologi, Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 14
[7]Abudin natta,Sejarah pendidikan islam,(jakarta: ISBN, 2010), h.36
[8] Ibid, h.37
[9] Ibid, h.38
[10] Ibid, h.42
[11] Abu Su’ud, op. Cit, h. 15

METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS



BAB I
PENDAHULUAN

          PTK merupakan salah satu jenis penelitian dari berbagai jenis yang ada seperti penelitian eksperimen darn penelitian kuantitatif, namun PTK merupakan jenis penelitian yang paling tepat dan strategis untuk perbaikan proses pembelajaram yang permasalahanya banyak dialami oleh para tenaga pendidik dan kependidikan. Oleh karena itu, jenis penelitian ini sangat tepat untuk dipahami dan diaplikasikan dalam upaya mengatasi maslah yang relevan bagi mereka, yang kesehariannya tidak lepas dari masalah di kelas atau proses pembelajaran.
Dalam menjalankan tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan. Sebagai agen pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya. Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut dapat dilihat dari pemahaman dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK sangat mendukung program peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah yang muaranya adalah peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini, karena dalam proses pembelajaran, guru adalah praktisi dan teoretisi yang sangat menentukan. Peningkatan kualitas pembelajaran, merupakan tuntutan logis dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) yang semakin pesat. Perkembangan Ipteks mengisyaratkan penyesuaian dan peningkatan proses pembelajaran secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif terhadap peningkatan kualitas lulusan dan keberadaan sekolah tempat guru itu mengajar.      
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai metode penelitian tindakan kelas pada bab berikutnya.
           



BAB II
PEMBAHASAN
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A.  Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas berasal dari bahasa Inggris, yaitu Classrom Action Research, diartikan penelitian dengan tindakan yang dilakukan dikelas. Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan beberapa pengertian PTK berikut ini :
a.       Menurut Lewin (Tahir 2012:77), PTK merupakan siasat guru dalam mengaplikasikan pembelajaran dengan berkaca pada pengalamnya sendiri atau dengan perbandingan dari guru lain.
b.      Menurut Bahri (2012:8), Penelitian Tindakan Kelas merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengamati kejadian-kejadian dalam kelas untuk  memperbaiki praktek dalam pembelajaran agar lebih berkualitas dalam proses sehingga hasil belajarpun menjadi lebih baik.
c.       Menurut Suyadi,2012:18, PTK secara lebih sistematis dibagi menjadi tiga kata yaitu penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian yaitu kegiatan mengamati suatu objek tertentu dengan menggunakan prosedur tertentu untuk menemukan data dengan tujuan meningkatkan mutu. Kemudian tindakan yaitu perlakuan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana dengan tujuan tertentu. Dan kelas adalah tempat di mana sekelompok peserta didik menerima pelajaran dari guru yang sama. 
d.      Menurut Sanjaya,2010:25, Secara bahasa ada tiga istilah yang berkaitan dengan penelitian tindakan keleas (PTK), yakni penelitian, tindakan, dan kelas. Pertama, penelitian adalah suatu perlakuan yang menggunakan metologi untuk memecahkan suatu masalah. Kedua, tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki mutu. Ketiga kelas menunjukkan pada tempat berlangsungnya tindakan.
e.       Menurut John Elliot, PTK adalah peristiwa sosial dengan tujuan untuk meningkatkan kualiatas tindakan di dalamnya. Di mana dalam proses tersebut mencakup kegiatan yang menimbulkan hubungan antara evaluasi diri dengan peningkatan profesional.
f.       Menurut Kemmis dan Mc. Taggart (Sanjaya,2010:25), PTK adalah gerakan diri sepenuhnya yang dilakukan oleh peserta didik untuk meningkatkan pemahaman.
g.      Menurut Arikunto (Suyadi,2012:18), PTK adalah gabungan pengertian dari kata “penelitian, tindakan dan kelas”. Penelitian adalah kegiatan mengamati suatu objek, dengan menggunakan kaidah metodologi tertentu untuk mendapatkan data yang bermanfaat bagi peneliti dan dan orang lain demi kepentingan bersama. Selanjutnya tindakan adalah suatu perlakuan yang sengaja diterapkan kepada objek dengan tujuan tertentu yang dalam penerapannya dirangkai menjadi beberapa periode atau siklus. Dan  kelas adalah tempat di mana sekolompok siswa belajar bersama dari seorang guru yang sama dalam periode yang sama.
Berdasarkan beberapa pemahaman mengenai PTK diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu pengamatan yang menerapkan tindakan didalam kelas dengan menggunakan aturan sesuai dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam beberapa periode atau siklus. Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggotanya, PTK dapat berbentuk individual dan kaloboratif, yang dapat disebut PTK individual dan PTK kaloboratif. Dalam PTK individual seorang guru melaksanakan PTK di kelasnya sendiri atau kelas orang lain, sedang dalam PTK kaloboratif beberapa orang guru secara sinergis melaksanakan PTK di kelas masing-masing dan diantara anggota melakukan kunjungan antar kelas.
B. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Tujuan PTK dapat digolongkan atas dua jenis, tujuan utama dan tujuan sertaan. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut.
1.                 Tujuan utama pertama, melakukan perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis kondisi, kemudian mencoba secara sistematis berbagai model pembelajaran alternatif yang diyakini secara teoretis dan praktis dapat memecahkan masalah pembelajaran. Dengan kata lain, guru melakukan perencanaan, melaksanakan tindakan, melakukan evaluasi, dan refleksi.
2.                 Tujuan utama kedua, melakukan pengembangan keteranpilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai persoalan aktual yang dihadapinya terkait dengan pembelajaran. Tujuan ini dilandasi oleh tiga hal penting, (1) kebutuhan pelaksanaan tumbuh dari guru sendiri, bukan karena ditugaskan oleh kepala sekolah, (2) proses latihan terjadi secara hand-on dan mind-on, tidak dalam situasi artifisial, (3) produknya adalah sebuah nilai, karena keilmiahan segi pelaksanaan akan didukung oleh lingkungan.
3.                 Tujuan sertaan, menumbuh kembangkan budaya meneliti di kalangan guru.
C.  Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Fraenkel, dkk (2012:596) menyebutkan sekurang-kurangnya lima manfaat penelitian tindakan kelas, yaitu:
  1. PTK dapat dilakukan oleh hampir semua ahli di semua tipe sekolah, semua level, guru kelas baik secara individu maupun berkelompok, ataupun pimpinan sekolah.
  2. PTK dapat memperbaiki praktik pendidikan; membantu praktisi pendidikan (guru, pimpinan sekolah) dalam meningkatkan kompetensi terhadap apa yang mereka lakukan.
  3. PTK memberi ruang kepada guru atau praktisi lain untuk mengadakan penelitian mereka sendiri sehingga dapat mengembangkan cara-cara yang lebih efektif untuk mempraktikkan keahlian-keahlian mereka sendiri.
  4. PTK membantu guru mengidentifkasi masalah-masalah dan isu-isu secara sistematis.
  5. PTK dapat membangun sebuah komunitas yang berorientasi penelitian ilmiah di dalam sekolah itu sendiri
D.  Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Apabila dirumuskan, karakteristik PTK dapat dijabarkan sebagai berikut (Muslich, 2010:12-13)
1.             Masalah PTK berawal dari guru: Masalah yang ditemukan guru di dalam kelas sebagai pelaku pembelajaran dapat menjadi topik utama dalam melakukan penelitian
2.             Tujuan PTK adalah memperbaiki pembelajaran: Implikasi dari tujuan ini adalah guru tidak boleh mengorbankan proses pembelajaran karena sedang melakukan PTK.
3.             PTK adalah penelitian yang bersifat kolaboratif: Seorang guru dapat berkolaborasi dengan dosen tenaga ahli ataupun teman sejawat dalam melaksanakan PTK, sehingga dapat saling memberikan masukan tentang prosedur pelaksanaan PTK dengan benar
4.             PTK adalah jenis penelitian yang memunculkan adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas: Tindakan-tindakan ini dapat berupa penggunaan metode pembelajaran tertentu, penerapan strategi pembelajaran, pemakaian media/sumber belajar, jenis pendekatan tertentu, atau hal-hal inovatif lainnya.
5.             PTK dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan: Hal ini terjadi karena dengan melakukan PTK berarti seorang guru dapat membuktikan apakah sebuah teori pembelajaran dapat diterapkan secara efektif atau tidak di kelasnya, sehingga ia dapat memperoleh balikan yang bagus untuk perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
Sementara itu, Ary (2010:514) menyebutkan tiga karakteristik utama dari Penelitian tindakan, yaitu:
  1. The research is situated in a local context and focused on a local issue. (Penelitian tindakan digunakan dalam konteks lokal dan difokuskan pada sebuah isu lokal)
  2. The research is conducted by and for the practitioner (Penelitian tindakan dilaksanakan oleh dan untuk praktisi).
  3. The research results in an action or a change implemented by the practitioner in the context (Hasil penelitian tindakan adalah sebuah tindakan atau sebuah perubahan yang diimplementasikan oleh praktisi dalam konteks tertentu).
E.  Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas meliputi (Arikunto, S: 2006) :
1.      Kegiatan nyata dalam situasi rutin
Penelitian yang dilakukan peneliti tidak boleh mengubah suasana rutin, penelitian harus dalam situasi yang wajar, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini berkaitan erat dengan profesi guru yaitu melaksanakan pembelajaran, sehingga tindakan yang cocok dilakukan oleh guru adalah yang menyangkut pembelajaran.
2.      Adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kerja
Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan bukan karena keterpaksaan, akan tetapi harus berdasarkan keinginan guru, guru menyadari adanya kekurangan pada dirinya atau pada kinerja yang dilakukannya dan guru ingin melakukan perbaikan. Guru harus berkeinginan untuk melakukan peningkatan diri untuk hal yanglebih baik dan dilakukan secara terus menerus sampai tujuannya tercapai
3.      SWOT sebagai dasar berpijak
Penelitian tindakan dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yang terdiri atas unsur-unsur S-Strength(kekuatan), W-Weaknesses (kelemahan), O-Opportunity (kesempatan), T-Threat(ancaman). Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan. Dengan berpijak pada hal-hal tersebut penelitian tindakan dapat dilaksanakan hanya bila ada kesejalanan antara kondisi yang ada pada guru dan juga siswa. Kekuatan dan kelemahan yang ada pada diri peneliti dan subjek tindakan diidentifikasi secara cermat sebelum mengidentifikasi yang lain.
4.      Upaya Empiris dan Sistemik
Dengan telah dilakukannya analisis SWOT, tentu saja apabila guru melakukan penelitian tindakan, berarti guru sudah mengikuti prinsip empiris (terkait dengan pengalaman) dan sistemik, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan keseluruhan sistem yang terkait dengan objek yang sedang digarap. Pembelajaran adalah sebuah sistem, yang keterlaksanaannya didukung oleh unsur-unsur yang kait mengkait. Jika guru mengupayakan cara mengajar baru, harus juga memikirkan tentang sarana pendukung yang berbeda, mengubah jadwal pelajarandan semua yang terkait dengan hal-hal yang baru diusulkan tersebut.
5.      Ikuti Prinsip SMART dalam Perencanaan
Kata SMART yang artinya cerdas mempunyai makna dalam proses perencanaan kegiatan penelitian tindakan. Adapun makna dari masing-masing huruf adalah : S–specific, khusus, tidak terlalu umum,  M–Managable, dapat dikelola, dilaksanakan, A-Acceptable, dapat diterima lingkungan, atau Achievable, dapat dicapai, dijangkau, R-Realistic, operasional, tidak di luar jangkauan dan. T-Time-bond, diikat oleh waktu, terencana.
Ketika guru menyusun rencana tindakan, harus mengingat hal-hal yang disebutkan dalam SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus a)Khusus specific, masalah yang diteliti tidak terlalu luas, ambil satu aspek saja sehingga langkah dan hasilnya dapat jelas dan spesifik b)Mudah dilakukan, tidak sulit atau berbelit, misalnya kesulitan dalam mencari lokasi mengumpulkan hasil, mengoreksi dan lainnya. c)Dapat diterima oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara guru memberikan tindakan dan juga lingkungan tidak terganggu karenanya d)Tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi dirinya dan subjek yang dikenai tindakan.
F. Metode Penelitian Tindakan Kelas
Secara singkat, metode penelitian berisi hal-hal sebagai berikut :
1.      Setting Penelitian
Setting Penelitian mengambarkan lokasi dalam dan kelompok siswa atau subjek yang dikenai tindakan. Tidak ada sempel populasi dalam PTK. Jadi subjek penelitian adalah satu isi jelas secara keseluruhan.
2.      Sasaran penelitian
Sasaran penelitian merupakan adanya suatu target bahwa akan terjadi perbahan melalui tindakan yang dilalukan guru. Target disini bukan semata-mata hasil, tetapi bagian dari proses pembelajaran.
3.      Rencana tindakan
Rencana tindakan adalah gambaran riil secara detail mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan peneliti. Perlu diingat, bahwa yang dimaksud rencama tindakan bukan tahapan atau siklus-siklus dalam PTK sebagaimana dikemukakan, tetapi benar-benar rencana tindakan secara rill tentang hal-hal yang akan dilakukan peneliti dari awal hingga akhir.
4.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalahmetode yang digunakan peneliti dalam merekam data (informasi) yang dibutuhkan. Secara umum, bagian ini menjelaskan tentang informasi yang menyangkut indicator yang terdapat dalam tindakan, misalnya hidupnya diskusi siswa, proses keteraturan diskusi, penggunaan alat peraga dan lain sebagainya.disamping itu, pada bagian ini, peneliti juga perlu mengemukakan proses refleksi yang akan dilakukan dan cara mengetahui hasil belajar siswa.
5.      Analisis data
Analisis data adalah analisis data yang telah terkumpul guna mengetahui seberapa besar keberhasilan tindakan dalam penelitian untuk perbaikan belajar siswa.
Secara umum, bagian teknik pengumpulan data menjelaskan informasi yang menyangkut indicator yang terdapat dalam tindakan, misalnya hidup diskusi siswa, proses keteraturan diskusi, penggunaan alat peraga,penerapan metode cooperative learning, hasil belajar siswa, dan lain sebagainya.

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan beberapa pemahaman mengenai PTK diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu pengamatan yang menerapkan tindakan didalam kelas dengan menggunakan aturan sesuai dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam beberapa periode atau siklus
Tujuan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
a.       Tujuan utama pertama, melakukan perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran.
b.      Tujuan utama kedua, melakukan pengembangan keteranpilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai persoalan aktual yang dihadapinya terkait dengan pembelajaran.
Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas meliputi (Arikunto, S: 2006) :
1.      Kegiatan nyata dalam situasi rutin
2.      Adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kerja
3.      SWOT sebagai dasar berpijak
4.      Upaya Empiris dan Sistemik
5.      Ikuti Prinsip SMART dalam Perencanaan
Metode penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut
1.      Setting Penelitian
2.      Sasaran penelitian
3.      Rencana tindakan
4.      Teknik Pengumpulan Data
5.      Analisis data